Mengapa hati cenderung tertarik dengan dosa-dosa dan menjauh dari pahala?
Mengapa banyak peringatan tidak membuat orang jera berbuat nista?
Mengapa hati tidak tertarik dengan imbalan pahala dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Bila hati jauh dari dzikrullah, tilawah Al-Qur’an, istighfar, do’a, dan qiyamullayl, maka air mata tak pula meleleh di kala ingat akan dosa atau diingatkan tentang neraka. Saat itulah hati telah keras membatu.
Lalu adakah kiat untuk melembutkan hati itu?
Sesungguhnya kelembutan, kekhusyu’an serta keluluhan hati kepada Sang Pencipta dan Yang membentuk hati-hati tersebut merupakan suatu pemberian dari Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang) dan sebuah karunia dari Ad-Dayyan (Yang membuat perhitungan).
Secara fisik, hati adalah salah satu organ tubuh yang sangat penting dalam hidup manusia. Hati adalah pabrik kimia yang terbesar di dalam tubuh yang berfungsi membersihkan darah dari semua racun dan kotoran-kotoran. Hati juga menyimpan vitamin-vitamin yang berguna bagi tubuh dan juga menyediakan mineral yang diperlukan tubuh. Bila terjadi kerusakan di dalam hati, maka akibatnya sangat buruk bagi kehidupan manusia, bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Secara hakekat, hati adalah segumpal darah yang merupakan pusat dari panca indera manusia. Ia sangat peka, halus dan tembus. Hati dapat melihat, tetapi tidak terlihat oleh panca indera lahir. Di dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, disebutkan bahwa “….ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati. Muttafaq Alaihi.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba menempuh jalan Allah dengan hati dan tekat bajanya dan bukan dengan fisiknya. Hakikat takwa adalah takwanya hati, bukan takwanya anggota badan.”
Imam Al-Ghozali mengatakan bahwa hati itu ibarat cermin. Bila hati itu bersih, laksana sebuah cermin yang jernih yang bisa memantulkan bayangan diri yang sebenarnya. Cermin yang jernih akan secara jujur memperlihatkan kecantikan dan kekurangan di dalam penampilan seseorang. Setiap perilaku yang baik akan terlihat baik, sedangkan perilaku yang buruk akan jelas terpampang di dalam cermin hati.
Untuk memperoleh ilmu yang sinar cahaya mampu menerangi hati dan meluas dalam dada seseorang harus mampu membersihkan dan membeningkan hatinya terlebih dahulu. Hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan duniawi dan tidak pernah digunakan untuk menzalimi sesama dan untuk itu bebaskanlah ia dari semua ini.
Sesungguhnya keadaan hati anda tergantung diri anda sendiri, kebaikan diri anda tergantung pada anda sendiri, dan rusaknya diri anda tergantung pada anda sendiri, karena itu seorang Muslim haruslah senantiasa mengawasi dan berusaha untuk memperbaiki hatinya. Hati mempunyai kemampuan untuk memutar bailk fakta dan kenyataan, sesuatu yang baik dianggap buruk, sedangkan yang buruk dianggap baik. Bid’ah dikatakan Sunnah, sedangkan Sunnah dikatakan Bid’ah, yang hak dianggap bathil dan yang bathil diangap sebuah kebenaran. Hati yang bersih senantiasa cinta kepada iman dan memandangnya indah di sisi Allah, membenci segala dusta dan kebohongan. Bila hati tercemar dari virus-virus kehidupan, segera bersihkan dengan taubat. Hati akan bersih dengan taubat, sedangkan tubuh akan bersih dengan air. Jauhi sendau gurau dan membuat lelucon yang dapat mematikan hati. “Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa itu akan mematikan hati ” (HR Ibnu Majah).
Salah satu sifat yang mampu membuat hati bercahaya dan tidak kotor adalah senantiasa bergaul (dekat, ingat dan senantiasa merasakan kehadiran-Nya) dan dialog dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati yang seperti ini tidak akan pernah merasakan galau dalam kehidupan dunia ini adan inilah yang difirmankan oleh-Nya; “Ketahuilah dengan mengingat Allah sajalah hati menjadi tenang dan tentram“. (QS. Ar-Ra’d: 28).
Kemudian selanjutnya seseorang harus berupaya agar dicintai-Nya dan salah satu sifat yang dapat menyampaikan kita untuk maqam cinta adalah sifat zuhud. Zuhud bukan berarti mengharamkan yang halal, tetapi zuhud adalah di mana orientasi hidup tidak diarahkan untuk kepentingan yang sejenak dan sementara (duniawiyah) tetapi hanya Allah, hati tidak terikat dan dikuasa harta benda dunia melainkan penuh dengan cahaya-Nya dan kebesaran-Nya sehingga jika ia berharta, hartanya hanya untuk kebaikan dan mencari ridha-Nya, jika ia punya jabatan, jabatannya untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan seterusnya.
Hidupnya hati seorang hamba tentu lebih utama untuk diperhatikan. Jika hidupnya badan membuatnya lancar dalam beraktifitas, maka hidupnya hati membuatnya bahagia dunia dan akhirat; begitu pula sebaliknya.
Subhanallah, sungguh setiap orang yang hatinya dipenuhi dengan cahaya Allah akan terasalah nikmat dan kelezatan hidup yang luar biasa. Allah berfirman: ….cahaya di atas cahaya, Allah membimbing siapa saja yang dikehendaki-Nya pada cahaya-Nya (QS. 24 an-Nur: 35).
Wallahu a’lam bisshawab
Dikutip dari buku terbitan At-Tibyan dengan judul “Kiat Melembutkan Hati dan Menangis Karena Allah”
Sumber : http://an-naba.com/hati-yang-jernih/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar