. FORSAMAN
Selamat Datang di Blog Forsaman Semoga Bisa Bermanfaat Kami Mohon Kritik Dan Sarannya Buat Kemajuan Bersama

Selasa, 22 Maret 2011

Lupakan Jasa dan Kebaikan Diri

Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.
Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.
Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.
Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, seberulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya. Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.
Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.
Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.
Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.
Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.
Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.
Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?
Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.
Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.
Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.***

Sumber : andeka.co.cc

Selasa, 21 Desember 2010

Ucapan Perayaan Agama Lain Dalam Islam

Mengucapkan “Happy Christmas” (Selamat Natal) atau perayaan keagamaan mereka lainnya kepada orang-orang kafir adalah haram hukumnya menurut ijma’ (kesepakatan seluruh ulama Islam).
"Hal ini sebagaimana dinukil dari Ibn al-Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya “Ahkâm Ahl adz-Dzimmah”, beliau berkata,
“Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. …Perbuatan ini, kalaupun orang yang mengucapkannya dapat lolos dari kekufuran, maka dia tidak akan lolos dari melakukan hal-hal yang diharamkan. Jadi, barangsiapa yang mengucapkan selamat kepada seorang manusia karena melakukan suatu maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka berarti dia telah menantang kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya.”

Sesungguhnya telah Datang Nabi2 yg terdahulu dari golongan Mereka Dan memberi tahukan ke tauhidan Atas ke Esaan Allah s.w.t Hanya dialah Tuhan satu2nya yg patut di sembah dan Tiada sekutu Baginya dan Akan Datang seorang Nabi terakhir(Nabi Muhammad saw) Membawa Agama yg benar dan yg di ridhoi oleh Allah yaitu Islam . . .
Dan Kaum Nasrani dan yahudi pun tau Dan membenarkan Hanya Allah lah Tuhan yg Patut di sembah dan Nabi Muhammad Utusan-Nya yg terakhir tapi Kaum Nasrani dan Yahudi tetap Pada pendiriannya Untuk tidak Mengakui kebenaran tersebut. .
Maka Dari itu Allah s.w.t Menutup Hati mereka Sampai Allah mengazab mereka . . .

Allah s.w.t Mengajarkan Untuk Menghormati kepercayaan Agama LAin karena Pada Dasarnya Seluruh Jagat Raya Ini Allah yg menciptakan termasuk Agama2 Tapi tidak Untuk membenarkan Apa yg mereka percayai .

Tidak mengucapkan selamat Natal itu justru menunjukkan saling toleransi dan saling menghormati akidah masing-masing. Dan sebaliknya, saling memberi ucapan selamat justru menginjak-injak akidah masing-masing karena secara sadar kita melecehkan akidah yang kita anut.

"Ingat ketika Rasulullah diajak oleh kafir Quraisy untuk melaksanakan ibadah secara selang-seling, ...... minggu ini Rasulullah beribadah pakai cara agama orang Quraisy, minggu depan gantian orang Quraisy beribadah mengikuti Rasululah. Allah swt melarang ini kemudian turun surat Al Kafiruun. Ingat pula ketika Rasulullah saw menegur Umar bin Khattab ketika dia memegang lembaran Taurat.Pandangan Rasulullah saw. pun tertuju pada yang dipegang Umar. “Apa yang kau pegang, Umar?” tanya Rasulullah saw. Dengan ringan, Umar r.a. pun menjawab, “Taurat, Ya Rasulullah!”. “Wahai Umar, andai yang diturunkan Taurat itu masih hidup, tentu, ia akan merujuk kepada Al-Quran dan meninggalkan Taurat !” ucap Rasulullah saw. begitu menggugah hati Umar. Saat itu juga, Umar pun melepas lembaran Taurat. Siapapun (muslim) pasti tidak akan meragukan aqidah Umar bin Khattab, tapi toh ditegor juga oleh Rasulullah walaupun hanya kepergok membawa-bawa lembaran Taurat. Artinya apa ? Rasulullah saw mencontohkan kepada kita untuk memegang aqidah dengan kuat. (Kata Rasulullah saw menjelang wafatnya : "Aku wariskan kepada umatku Kitabullah dan Sunnahku, peganglah erat-erat dengan gigi geraham-mu"

QS Ali Imran 100 : "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman . .

Firman Allah swt dalam Surah Al Baqarah ayat 120 :“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka...

'Semoga Apa yg kami sampaikan Menggugah hati dan fikiran kaum mukmin sekalian ,Untuk tetap menjaga akidah dan tetap dalam Aturan Islam ...


"ALLAH LOVERS N MUSLIM SEJATI"
By 'Ayuub husain

Waktu Dan Kehidupan

I. Karakteristik Waktu

Waktu adalah milik manusia yang paling berharga. Oleh karena itu pergunakan waktu sebaik mungkin, karena waktu apabila telah lewat tidak akan dapat diharapkan kembali lagi. Berbeda dengan suatu benda yang telah hilang, masih mungkin ditemukan kembali (QS. An Naazi’aat (79) : 46).

Manusia yang berakal, menghadapi waktunya bagaikan orang yang kikir menghadapi harta bendanya yang mahal. Ia tidak akan menyia-nyiakan sekejap pun terhadap sesuatu yang sedikit, apalagi yang banyak. Ia selalu menghitung setiap uang yang keluar harus mendapat imbalan yang wajar. Ia juga selalu berusaha menempatkan sesuatu pada tempat yang layak. Begitulah orang yang mempergunakan uang dan demikian pula seharusnya kita mempergunakan waktu.

Sebagai muslim yang baik, hendaknya kita sadar bahwa waktu itu sebagai sesuatu yang berharga, karena waktu adalah umurnya. Perjalanan hidup manusia melaju dengan cepat menuju kepada Allah SWT. Sedangkan setiap kemajuan yang keluar pada suatu pagi, tidak lain merupakan satu fase dari fase-fase perjalanan yang tidak terhenti sampai disini saja, melainkan untuk selamanya. Dan orang-orang yang berakal dapat mengetahui kebenaran itu. Oleh karena itu, hendaknya kita betul-betul mengetahui dengan jelas apa yang sudah kita kerjakan pada waktu yang lalu dan apa yang wajib kita kerjakan untuk masa yang akan datang. Hendaknya kita selalu mengadakan perhitungan untung rugi dari apa yang telah kita kerjakan, apabila ternyata kita mendapat kerugian dari amal-amal kita, maka hendaknya kita tutup dengan memperbanyak amal-amal kebajikan untuk masa datang dan apabila kita memperoleh keuntungan dari amal-amal kita, maka lebih ditingkatkan lagi agar kita memperoleh bekal lebih banyak lagi untuk kehidupan kita kelak, baik di dunia maupun di akhirat.

II. Mensyukuri Nikmat Umur

Di antara sekian banyak nikmat Allah yang kita pakai dan kita pergunakan setiap hari, maka yang sangat kita rasakan adalah nikmat umur yang kita pakai sekarang ini. Umur yang kita pakai sekarang ini adalah salah satu nikmat Allah yang mahal harganya dan paling tinggi nilainya. Kalau Allah SWT telah memanjangkan umur kita sekarang ini, maka sudah sepantasnya sebagai terima kasih kita, sebaiknya kita gunakan untuk mengabdi kepada Allah dalam arti yang sebenarnya-benarnya, mengabdi untuk berbuat baik kepada masyarakat sebanyak mungkin, disamping mengerjakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya serta bersedia menegakkan hukum-hukum Allah dengan patuh dan tunduk.
Umur yang kita pakai sekarang ini akan kita pertanggungjawabkan kepada Allah nantinya, untuk apa umur kita habiskan. Pada waktu itu tidak dapat berdusta sedikitpun, sebab seluruh anggota badan kita menjadi saksi tentang apa dan untuk apa dipergunakan umur yang sekian puluh tahun dipakai.

Sabda Nabi Muhammad SAW : “Belum lagi hilang jejak telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, sehingga kepadanya telah diajukan empat pertanyaan :
1. Dari hal umurnya, kemana dihabiskan
2. Dari hal tubuhnya, untuk apa dipakainya
3. Dari hal ilmunya, apa yang sudah diamalkannya dengan ilmunya
4. Dari hal harta, dari mana diperolehnya dan untuk apa dibelanjakannya” (HR. Turmudzi)

Bagi manusia yang beriman kepada Allah, pasti mempercayai bahwa suatu saat yang telah ditentukan umurnya akan bercerai dengan badannya bila ajalnya telah datang dan dia berpulang ke rahmatullah untuk mempertanggungjawabkan umurnya kepada Allah. Bila kepercayaan itu sudah tumbuh dan sudah menjadi keyakinan yang kuat, tentunya setiap orang akan berhati-hati terhadap sisa umurnya, sebelum datang ajalnya untuk mencapai husnul khotimah, yaitu penghabisan umur yang baik.

Oleh karena itu, kita sama-sama ingat pada pesan Nabi Muhammad SAW mengenai penggunaan segala kesempatan dalam hidup ini sebagaimana dikemukakan sebagai berikut, “Pergunakanlah lima hal sebelum datangnya lima hal:
1. Pergunakanlah sehatmu sebelum datang sakitmu
2. Pergunakanlah lapangmu sebelum datang kesempitanmu
3. Pergunakanlah mudamu sebelum datang tuamu
4. Pergunakanlah kayamu sebelum datang kemiskinanmu
5. Pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu.”
(HR. Bukhari)

III. Akibat Tidak Memanfaatkan Waktu

1. Kekosongan Akal

Akal merupakan mutiara terbesar yang dmiliki manusia. Manusia tanpa memfungsikan akal untuk mengenal Rabbnya, maka nilainya tidak ubahnya seperti binatang (QS. Al Anfaal (8) : 22). Karenanya kita harus menyadari pentingnya pengisian akal dengan sesuatu yang bermanfaat yaitu tadabbur (memperhatikan) Allah SWT dengan kewajiban yang harus dipenuhi, serta tafakur (memikirkan) makhluk-makhluk ciptaan-Nya (QS. An Nahl (16) : 12)

2. Kekosongan Hati

Hati laksana bejana tempat bersemayamnya iman dan juga hawa nafsu (QS. Al Hujuraat (49) : 7). Hendaklah mewaspadai penyakit-penyakit hati yang akan menjerumuskan dirinya pada kehancuran, diantaranya adalah dengki, dendam dan benci kepada sesama manusia, takabur, sombong, hasad, iri hati dan sebagainya. Hendaklah memberi makan hati dengan banyak mengingat Allah SWT melalui mendengar dan membaca Al Qur’an serta memperbanyak do’a.

Letaknya hati ada di dalam jiwa, apabila tidak disibukkan dengan aktivitas positif, maka ia akan menyibukkan kita dengan aktivitas kebatilan. Menyibukkan jiwa dengan kebaikan adalah ialah menyucikan, mendidik dan menarik tali kekangnya dari yang batil (QS. Asy Syam (91) : 9-10). Jiwa yang kosong dari sikap serius dan sikap penuh kesucian, akan menyebabkan senantiasa menyelimutinya, mengalami kegersangan dan dekadensi moral. Demikianlah keberadaan jiwa yang kosong. Tidak bersua, tidak bekerja, tidak beriman dan tidak beragama. Obsesinya (cita-citanya) hanya berbuat dan bermain di dunia ini dengan perbuatan yang sia-sia, yang nantinya akan diikuti oleh kekecewaan dan penyesalan kelak di akhirat (QS. Az Zumar (39) : 56)

IV. Kewajiban Muslim Terhadap Waktu

1. Menjaga dan memanfaatkan waktu
2. Tidak menyia-nyiakan waktu
3. Mengisi kekosongan dengan perbuatan yang mendatangkan kebaikan
4. Berlomba-lomba dalam kebaikan (QS. Al Baqarah (2) : 148)
5. Belajar dari perjalanan hari demi hari (QS. An Nuur (24) ; 44)
6. Mengatur waktu
7. Bagi tiap waktu ada aktivitas tertentu
8. Memilih waktu-waktu yang istimewa


Referensi :
1. Waktu Dalam Kehidupan Seorang Muslim, DR. Yusuf Qordhowi
2. Akhlaq Seorang Muslim, Drs. H. Moh. Rifa’

Dikutio dari :
Wahyu Fittry Rahma Dhanni (Tausiyah Online )