Rubik. Benda yang memiliki warna-warna berbeda di keenam sisinya. Dengan sisi-sisi yang bisa diputar ke segala arah. Depan, belakang, samping, sesuka kita. Semua bisa memutarnya. Tak terkecuali. Bahkan anak berusia satu tahun pun bisa melakukannya. Namun, saat sudah teracak tak sembarang orang bisa mengembalikan ke bentuk dan formasi semula. Hanya orang-orang yang tahu rumusnya yang bisa. Rumus ini disebut algoritma, berupa urutan arah putaran yang menghasilkan bentuk yang diinginkan.
Ya, namanya rubik. Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya. Mulai dari metode yang paling mudah untuk pemula, hingga metode lanjut yang bisa membuat pening kepala karena begitu banyak algoritma yang harus dipelajari dan dihafalkan. Namun seacak-acaknya rubik, pada akhirnya pasti bisa diselesaikan dan dikembalikan ke bentuk semula.
Orang awan yang tidak tahu tentang rubik, biasanya menganggap orang yang mampu menyelesaikan rubik yang sudah acak adalah sosok yang hebat. Terkadang decak kagum akan muncul dari mulut mereka. Bagi orang yang sudah tau metodenya, menyelesaikan rubik itu perkara yang mudah. Tidak perlu menghabiskan waktu berjam-jam, paling hanya hitungan menit bahkan detik.
Saya sering menggambarkan bahwa hidup saya ini seperti rubik. Dan sang Pencipta adalah seorang cuber handal. Seringkali dalam kehidupan kita yang nyaman dan baik-baik saja akan muncul berbagai macam permasalahan yang akhirnya mengobrak-abrik tatanan. Rubik yang tadinya tersusun bagus diacak sedemikian rupa oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Saya menjadi bingung, tidak tahu bagaimana cara mengembalikannya ke formasi semula. Saya meminta pertolongan banyak banyak orang, namun mereka semakin memperparah keadaan, rubik itu semakin acak. Dan hanya Sang Cuber lah yang mampu membetulkan posisinya. Secara perlahan rubik itu diputar-putar. Hingga akhirnya kembali lagi seperti semula.
Terkadang ada beberapa orang yang meremehkan saya saat saya mencoba menyelesaikan rubik. Hingga pada akhirnya saat saya sudah menyelesaikan rubik itu mereka akan terdiam. Seperti itulah hidup saya. Kadang banyak orang meremehkan kemampuan saya dalam melakukan sesuatu, bahkan dalam menyelesaikan masalah-masalah saya. Namun, pada akhirnya mereka akan terdiam saat saya mampu membuktikan bahwa saya bisa. Tak perlu pakai perkataan. Tindakan mempu menjadi narasi yang tebalnya mencapai beratus-ratus halaman.
Namun saat kesombongan saya muncul, terkadang saya ingin pamer pada semuanya bahwa saya bisa. Saya mengejar waktu, mengacak rubik dengan terburu-buru. Hingga pada akhirnya catatan waktu saya malah lebih buruk dibandingkan saat saya bermain dengan hati yang tenang tanpa bermaksud pamer maupun memburu waktu. Bukankah dalam hidup pun kita harus seperti itu? Menyelesaikan semua hal dan masalah dengan pikiran yang tenang dan hati bersih. Hingga akhirnya hasil terbaiklah yang akan di dapat.
Hidup memang tidak semudah bermain rubik. Namun, ada banyak pelajaran berharga yang diperoleh dari permainan rubik dalam memaknai hidup. Dan rubik, mampu mewakili sebagian kecil hidup saya.
Sumber : kompasiana.com
1 komentar:
bagus kok tulisannya..
ya maaf baru bisa copas...tapi kan tetep tak kasih sumbernya..
Posting Komentar